Heru Widhi Handayani

Sedih. Mual. Marah. Anak-anak yang seharusnya mengisi masa mudanya dengan keceriaan dan mengejar prestasi kini ber...

Bukan tanpa sebab sosok perempuan bernama Nyai Ahmad Dahlan dijadikan judul fi...

Saya salut dengan orang-orang yang memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaan yang digelutinya bertahun...

Musim haji biasa ditandai dengan keberangkatan kelompok terbang (kloter) haji yang pertama. Saat-saat seperti ini ingata...

Cerita Rakyat Cindelaras terjerembab ke dalam kubangan. Tangannya berlumuran lumpur. Danang dengan sengaja mend...

“Aku ki ora iso meneng, nek meneng podo wae nyepete patiku.” (Aku ini tidak bisa diam saja, ka...

Ini perjalanan saya yang ketiga kali ke Klaten selama dua bulan terakhir. Tujuannya mencuri-curi waktu demi bisa...

Hari itu saya masih sibuk mengurus perpindahan ibu yang dirawat di ruang ICU ke ruang perawatan di Rumah Sakit Islam, Kl...

tipis saja, buliran hujan menerpa langit mendung, separuh wajah membayang ulurkan duka, entah mengapa tanya p...

maafkan api yang belum bisa bakar kayumu jelaga menyaput dinding-dinding kecewa belum sanggup hujan se...

Dua malam, tepatnya pada 22 sampai 24 April 2017, saya belajar menulis bersama 150 guru hebat se-Indonesia di Pusdiklat ...

Menjadi guru adalah pilihan. Mengajar di satu sekolah, itu juga berdasarkan pilihan. Ketika ia bertahan untuk tetap meng...

Tadi saya jumpa seorang ibu muda melarang anaknya yang masih balita lari-larian. Katanya, "Awas, ada Danur lho!" ...

Hujan-hujan di Jakarta begini mengingatkanku pada kejadian Jumat, 2 Februari 2007. Pagi itu aku bikin teh manis dalam ge...

Petikan klausa ini saya dapatkan dari Muhammad Ihsan pada hari pertama Pelatihan Menulis Buku yang diselenggarakan ...